Makalah Feminisme Jessie Bernard


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Sosiologi adalah ilmu yang membehas tentang perilaku masyarakat, baik itu perilaku individu dengan individu, individu dengan kelempok, ataupun kelompok dengan kelompok. Didalam perilaku tersebut terdapat persoalan yang menjadi focus utama dalam ilmu sosiologi.
Perilaku dan fenomena yang ada didalam masyarakat sangatlah beragam, mulaidari stritifikasi social, Struktur, Konflik, Perubahan social maupun keseimbangan antara struktur dengan komponen terkecil. Semua hal tersebut terjadi dan hadi didalam masyarakat baik dijaman dahulu pada awal mula sosiologi muncul maupun pada jaman modern ini.
Salasatu fenomena yang ada didalam masyarakat adalah Perubahan social, hal ini menimbukan efek yang sangat beser. Perubahan akan terlihat jika kita mengetahui apa awal maupun apa sejarah awal masyarakat itu sendiri. Dengan melihat sejarah dari masyarakat itu sendiri maka kita bias melihat dan menganalisis perubahan apa saja yang terjadi di masyarakat.
Perubahan adalah salasatu fenomena yang ada didalam masyarakat, sebuah perubahan akan terjadi jiak didalam masyarakat tersebut terdapat struktur atau sub-sub terkecil didalam struktur memiliki kekurangan atau kejanggalan, Baik itu perubahan secara cepat (Revolisi) maupun secara lambat (Evolusi) kedua proses tersebut sama-sama mengeluarkan output perubahan.
Feminis adalah suatu gerakan yang menentang atau ingin merubah terhadap system yang tidak adil, dalam sebuah struktur yang tidak adil terhadap golongan perempuan maka disitulah kaum feminis bergerak untuk mengembalikan keadilan dan kesetaraan yang menjadi tujuan bagi kaum feminis.
Dengan sedikit memaparkan permasalahan diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti mengenai fenomena ini, dan memberikan judul pada makalah ini adalah “Teori Sosiologi Feminis”

B.     Rumusan Masalah
1.      Siapa tokoh pencetus teori feminis Liberal?
2.      Apa yang dimaksud dengan teori feminis?
3.      Studikasus apa yang relevan dengan teori feminis?

C.     Tujuan
1.      Mengetahui tokoh pencetus teori feminis Liberal.
2.      Memahami teori feminis.
3.      Dapat menganalisan studikasus yang berkaitan denan teori feminis.




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Biografi Tokoh

Jessie Bernard Kehidupan dan karya Jessie Bernard ditandai oleh kapasitas untuk tumbuh dan berkembang luar biasa. Ia tak henti-hentinya memindahkan perhatian ke kawasan intelektual yang baru bagi dirinya. Proses pergeseran ini dilukiskannya dalam My Four Revolutions : An Autobiographical Account of the American Sociological Association (1973). Dalam artikel ini dan dalam karyanya kini, Bernard menyajikan revolusinya yang terakhir sebagai sebuah gerakan menuju feminisme masa kini atau menuju yang disebutnya “pencerahan feminis” (1987). Dengan merunut partisipasi Bernard dalam pencerahan feminis, kita dapat melihat banyak tentang partisipasi wanita dalam sosiologi Amerika abad 20. [1]
Nama aslinya Jessie Ravitch, lahir di Minneapolis 8 Juni 1903. Pertumbuhan penting pertamanya terjadi ketika ia meninggalkan keluarga imigran Yahudinya untuk belajar di Universitas Minnesota di usia 17 tahun. Di Universitas ini ia tak hanya untuk pertama kali keluar dari lingkungan imigran namun yang lebih penting lagi, ia mulai mengaitkan dirinya dengan upaya membangun sosiologi sebagai profesi yang diakui penuh di dunia akademi Amerika. Ia menjadi murid Sorokin yang kemudian mendirikan jurusan sosiologi di Harvard, dan belajar dengan L.L. Bernard yang menjadi tokoh penting yang mendirikan The American Sociological Review. Jessie menjadi asisten Bernard selama empat tahun yang kemudian mengawininya tahun 1925. Studinya dengan Bernard memberinya landasan pendekatan positivistik atas sosiologi sebagai ilmu yang meninggalkan ciri-cirinya di seluruh karyanya yang terakhir dalam kemampuannya memindahkan riset kuantitatif menjadi riset kualitatif dan analisis kritis.
Jessie pindah bersama suaminya karena Bernard mendapatkan berbagai jabatan akademis. Ia mendapat Ph.D. dalam sosiologi di Universitas Washington di St. Louis tahun 1935. Pertengahan tahun 1940 keluarga Bernard berada di Universitas Negeri Pensylvania dan Jessie berada di pertengahan pertumbuhan positivismenya.
Jessie meninggalkan positivisme ketika menanggapi peristiwa Perang Dunia II. Kekejaman Nazi menghancurkan keyakinannya tentang kemampuan ilmu untuk mengetahui dan menciptakan sebuah dunia yang adil. Kekejaman Nazi ini juga membuatnya menguji kembali alasan kepindahannya ke AS selaku keluarga Yahudi. Pengalaman ini meningkatkan kepekaannya terhadap keadaan sosial seluruh pengetahuan walaupun secara pelan-pelan ia mampu beralih ke posisi feminis ini.
Bersamaan dengan perpecahannya dengan positivisme, pada pertengahan 1940 Jessie mulai membangun posisi akademisnya sendiri di Penn State. Suaminya meninggal 1951 namun Jessie tetap di Penn State hingga tahun 1960, mengajar, menulis dan mengasuh tiga orang anaknya. Selama dekade 1960-an ia bola balik antara Penn State dan Washington DC dan akhirnya meninggalkan dunia akademis untuk mencurahkan segenap perhatiannya pada tugas riset dan menulis. Sejak pertengahan tahun 1960-an ia menetap di Washington DC, meski ia tetap mengajar sebagai profesor di Penn State. Jadi selama dua dekade sesudah PD II merupakan periode lain pertumbuhan dan hasil perkembangan Jessie, pertama ia membangun identitas profesional untuk pertama kalinya yang terlepas dari suaminya, dan kemudian terlepas dari kungkungan konvensional dan mulai meningkatkan penolakan publik terhadap sosiologi sebagai ilmu positif.
Periode paling dramatis dari perkembangan Jessi adalah 1964 hingga kini. Fakta ini penting baik dilihat dari sudut kualitas dan kuantitas produktivitas Jessie maupun dari sudut apa yang ia katakan sendiri tentang pola karir kehidupan wanita. Selama periode ini Jessie telah menerbitkan 12 buku dan sejumlah besar artikel dan makalah yang membuktikan dirinya sebagai penerjemah utama sosiologi jender. Gerakannya ke tangga kepemimpinan ini ditandai oleh pola pertumbuhan dan perkembangan yang sama. Demikianlah, ia mengurangi peran kepemimpinan tradisional seperti mundur dari jabatan Presiden ASA untuk memusatkan perhatian pada kegiatan riset, menulis dan meningkatkan keterlibatan dalam gerakan wanita. Iapun mengkaji ulang tulisan-tulisan awalnya tentang keluarga dan jender, dan meningkatkan penafsiran feminisnya. Karya (1942), Marriage and Family among Negroes (1956), Remarriage : A Study of Marriage (1957), Akademic Women (1964), The Sex Game : Communication between the Sexes (1968), Women and the Public Interest : An Essay on Policy and Protest (1971), The Future of Motherhood (1974), Women, Wifes, Mothers : Value and Options (1975), The Female World (1980), The Future of Marriage (1982) dan The Female Worl from a Global Perspective (1978).
Karya di atas ditandai oleh empat kualitas esensial : kemampuannya mengemukakan data tingkat makro sebagai penunjang untuk mencapai kesimpulan tentang interaksi mikro dan pengalaman subjektif; ia makin mengakui pentingnya peran pengalaman subjektif dalam pembentukan struktur sosial makro; ia makin menekankan pada konteks sosial pengetahuan dan kebutuhan metodologi dalam meneliti kehidupan kelompok yang tak kelihatan itu di dalam dan dari kehidupan mereka sendiri tidak semata-mata hanya dengan membandingkannya dngan tipe patriarkis mereka; ia beralih dari kerangka keinginannya tentang kehidupan wanita dalam konteks tradisional sosiologi keluarga melalui bingkai yang memusatkan perhatian pada wanita dalam sosiologi jender ke kerangka sosiologi feminis dan kritis.
Selama karirnya Jessie telah mengumpulkan sejumlah tanda penghargaan dan penghargaan tertinggi yang diterimanya adalah hadiah yang ditunjukkan untuk menandai “orang yang telah menyumbang secara intelektual, profesional dan kemanusiaan terhadap dunia kerjasama dan feminisme” (Lipman-Blumen, 1979:55).

B.     Pengertian Feminis

Secara etimologis sosiologi berasal dari kata latin “socius” dan kata Yunani “logos”. “Socius” berarti kawan, sahabat, sekutu, rekan, masyarakat. “logos” berarti ilmu. Jadi sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang masyarakat.[2] Didalam masyarakat terdapat banyak sekali sebuah fenomena yang menunjukan keanekaragaman sikap manusia, salasatunya feminis.
Secara etimologis kata feminisme berasal dari bahasa Latin, yaitu femina yang dalam bahasa Inggris diterjemahkan menjadi feminine, artinya memiliki sifat-sifat sebagai perempuan. Kemudian kata itu ditambah “ism” menjadi feminism, yang berarti hal ihwal tentang perempuan.[3] Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), feminisme diartikan sebagai gerakan wanita yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum wanita dan pria.
Feminisme lahir sebagai dampak dari filsafat materialistik yang melandasi tatanan sosial yang kapitalistik, akibatnya sektor publik ditempatkan sebagai posisi sentral dan produktif dalam masyarakat dengan sistem gaji dan karier yang permanen. Sistem yang patriaki yang telah mendominasi kultur manusia turut andil memperkuat posisi sektor publik sebagai milik laki-laki, konsekuensinya sektor domistik semakin didesak sebagai tempat yang tidak berharga. Dan ketika gaya hidup konsumtif melanda masyarakat, kebutuhan hidup tidak mampu hanya ditopang oleh laki-laki, hal yang demikian mengharuskan perempuan untuk keluar rumah sebagai tenaga kerja. Karena skill yang dimiliki oleh perempuan jauh tertinggal dengan laki-laki maka tenaga mereka tidak dihargai sama.[4]

C.     Persoalan Teoritis mendasar

Teori sosiologis feminis berkembang dari teori feminis pada umumnya, sebuah cabang ilmu baru tentang wanita yang mencoba menyediakan sistem gagasan mengenai kehidupan manusia yang melukiskan wanita sebagai objek dan subjek, sebagai pelaku dan yang mengetahui.
Ada beberapa pertanyaan yang menjadi persoalan teoritis mendasar, diantra pertanyaan-pertanyaan mendasar tersenut dapat digolongkan menurut empat pertanyaan mendasar: (1) Dan bagaimana dengan perempuan? (2) Mengapa situasi perempuan seperti sekarang ini ? (3) Bagaimana kita dapat mengubah dan memperbaiki dunia sosial? (4) Bagaimana dengan perbedaan di antara perempuan? Pertanyaan teoritis mendasar ini menghasilkan perubahan revolusioner dalam pemahaman feminis tentang kehidupan social.
Pemahaman patriaki merupakan suatu bentuk dominasi yang berdampak terhadap keterasingan wanita. Patriaki sendiri  dalah sebuah sistem yang menganggap kaum laki-laki ditakdirkan untuk mengatur perempuan. Hal ini berlaku kokoh di seluruh dunia (Fromm dalam Adji dkk 2009: 9). Kemudian diperjelas oleh pendapat Walby (2014: 28), yang menyatakan bahwa patriarki adalah sebuah sistem struktur sosial dan praktik-praktik yang memosisikan laki-laki sebagai pihak yang mendominasi, menindas dan mengeksploitasi kaum perempuan. Penggunaan istilah struktur sosial untuk menunjukkan penolakan terhadap determinisme biologis dan gagasan bahwa setiap individu laki-laki berada pada posisi dominan dan setiap individu perempuan dalam posisi subordinat.[5]
Uraian diatas membawa kita menamukan bahwa apa yang telah kita anggap sebagai pengetahuan yang absolut dan universal tentang kehidupan social ternyata adala pengetahuan yang berasal dari pengalaman dan bagian masyarakat yang berkuasa atau mendominasi, yakni lelaki. Pengetahuan tersebut akan menjadi suatu tombak yang mengasingkan wanita, dan sebetulnya tidaklah pantas wanita menjadi terasingkan, pada dasarnya wanita memiliki pengaruh besar serta sangat mendasar bagi kehidupan social yakni merawat dan membantu keberlangsungan hidupan.[6]
D.    Teori Sosial Tentang Gender
Ada beberapa teori Sosial tentang Gender yang perlu ditelaah untuk mempermudah memahami konsep Teori Sosiologi Feminis, Teori Sosial yang berkaitan dengan Gender dibagi menjadi dua sudutpandang, diantaranya Teori social Makro tentang Gender dan Teori Sosial Mikro Tentang Gender.
a.       Teori Sosial Makro tentang Gender
Pertanyaan pertama feminisme ”dan bagaimana dengan wanita?” telah menghasilkan tanggapan yang signifikan dari teoritisi yang terbagi dalam tiga perspektif sosial makro utama yakni fungsionalisme, teori konflik analitis, dan teori sistem dunia neo-Marxism. Para teoritis ini menggunakan proses analisis yang sama dalam menempatkan perbedaan jenis kelamin dalam anlisis teoritis umum mereka terhadap fenomena sosial berskala luas. Pertama. Mereka mendefinisikan fenomena itu sebagai sistem antar hubungan dan struktur interaksi yang dipahami sebagai ”keteraturan pola dalam perilaku individual” (Chafetz, 1984 dalam Ritzer, 2003). Teoritis funghsional dan teoritisi konflik analitik memusatkan perhatian pada negara-negara atau, kadang-kadang, khususnya dalam teori konflik analitik pada pengelompokkan kultural pramodern. Teori sistem dunia membicarakan kapitalisme global sebagai sebuah sistem transisi di mana negara bangsa adalah struktur yang penting. Variasi antara teori-teori ini terletak pada struktur khusus dan proses sistemik yang mereka pandang penting. Kedua. Teoritis ini memusatkan perhatian pada keadaan wanita di dalam sistem yang telah digambarkan itu. Ketiga teori itu akhirnya tiba pada keimpulan yang sama : tempat utama wanita dalam pengertian bahwa itu adalaj lokasi yang dilihat dalam semua kultur sebagai ”wilayah” khusus untuk perempuan adalah rumah tangga (keluarga).
  • Fungsionalisme: Pendukung utama teori fungsionalisme jender adalah Miriam johson. Berbicara sebagai teoritis fungsional dan sebagai feminis, ia pertama mengakui kegagalan fungsionalisme dalam meniliti secara memadai kerugian yang dialami wanita dalam masyarakat. Ia mengakui bahwa adanya pandangan berat sebelah yang tak sengaja dalam teori Parsons tentang keluaraga dan kecenderungan fungsionalisme untuk meminggirkan masalah ketimpangan sosial, dominasi, dan penindasan. Suatu kecenderungan yang berasal dari penekanan perhatian fungsionalisme pada ketertiban sosial.
  • Teori Konflik Analitik: Teoritisi paling berpengaruh yang menganalisis masalah jender berdasarkan perspektif teori konflik adalah Janet Chafetz. Pendekatan Chafetz adalah lintas kultural dan lintas historis dan mencoba merumuskan teori jender dalam seluruh pola-pola kemasyarakatan khususnya. Secara lebih khusu ia memusatkan perhatian pada masalah ketimpangan gender yang disebutnya sebagai stratifikasi jenis kelamin. Studi ini meliputi diferensiasi peran menurut jenis kelamin, ideologi patriakis, organisasi keluarga dan pekerjaan,  pemisahan rumah tangga dan tempat kerja, surplus ekonomi, kecanggihan teknologi, kepadatan penduduk, dan kekerasan lingkungan; kesemuanya dipahami sebagai variabel. Interaksi variabel ini menetukan tingkat stratifikasi jenis kelamin karena variabel itu menentukan struktur kunci rumah tangga dan produksi ekonomi serta derajat perpindahan wanita antara bidang rumah tangga dan produksi ekonomi.
  • Teori Sistem Dunia: Teori ini memandang kapitalisme global di seluruh fase historisnya sebagai sebuah sistem untuk dijadikan sasaran analisis sosiologi. Masayarakat nasional dan kelompok kultural khusus lainnya adalah struktur penting dalamsistem kapitalisme dunia karena merupakan stratifikasi ekonomi dari masyarakat dan kelompok-kelompok itu (inti ekonomi, semipinggiran, dan pinggiran), pembagian kerja, modal, dan kekuasaan di antara dan di dalamnya, dan hubungan kelas di dlaam setiap unit sosial. Karena yang telah ditetapkan sebagai sasaran studi teori ini adalah kapitalisme, maka individu di seluruh unit-unit sosial secara khas dipahami menurut peran mereka dalam isstem kapitalis untuk menciptakan nilai lebih. Dengan demikian, teori ini secara khas yang hanya memahami peran wanita dalam sistem sosial sebatas tenaga kerja wanita yang menjadi bagian kapitalisme yakni ketika wanita bekerja dalam proses produksi dan pasar kapitalis. Tetapi, keterlibatan penuh dan langsung dengan isu gender segera membuat model sistem sosial ini menjadi persoalan.

b.      Teori Sosial Mikro tentang gander
  •  Interaksionalisme Simbolik: Analisis pakar interaksionisme simbolik menunjukkan bahwa individu terlibat dalam memepertahankan diri berdasarkan gender dalm berbagai situasi. Individu mempunyai gagasan tentang apa makna menjadi lelaki atau wanita. Individu membawa kedirian menurut jenis kelamin ke dalam situasi dan mencoba bertindak sesuai dengan pengertian yang telah dihayati ini, yang mungkin berubah melalui interaksi dari situasi ke situasi, tetapi merupakan gudang komponen jenis kelamin perilaku individu.Teori Sosiologi Feminis.
  • Ethnometodologi: Teori ini mempertanyakan stabilitas identitas menurut gender dan memperhatikan ”bagaimana gender diperankan” oleh aktor dalam berbagai situasi. Riset etnometodologi menunjukkan bahwa pemabgian kerja dalam rumah tangga, mungkin dilihat adil dan seimbang baik oleh laki-laki maupun wanita dalam situasi itu karena lelaki dan wanita menerima dan menyesuaikan diri terhadap harapan normatif untuk berperan menurut jenis kelamin di dalam rumah tangga.
E.     Teori Feminis Liberal

Jessie Bernard adalah seorang sosiolog perempuan yang sangat terkenal. Dia mengkhususkan diri dalam keluarga, seksualitas, dan gender. Dia adalah seorang feminis liberal yang percaya bahwa menjadi seorang ibu rumah tangga adalah apa yang menahan perempuan untuk mencapai potensi penuh mereka.
Aliran pemikiran politik yang merupakan asal mula feminisme liberal, berada dalam proses rekonseptualisasi, pemikiran ulang, dan penstrukturanulang. Feminisme liberal menekankan, pertama bahwa keadilan gender menuntut kita untuk membuat aturan permainan yang adil, sedangkan kedua, untuk memastikan tidak satupun dari pelomba untuk kebaikan dan pelayanan bagi masyarakat dirugikan secara sistematis, keadilan gender tidak menuntut kita untuk memberikan hadiah bagi pemenang dan yang kalah. Tujuan umumdari feminisme liberal adalah untuk menciptakan masyarakat yang adil dan peduli tempat kebebasan berkembang. Hanya didalam masyarakat seperti itu perempuan dan laki-laki dapat mengembangkan diri.[7]
Ungkapan utama teori ketidaksetaraan gender adalah feminism liberal, yang berargumen bahwa wanita dapat mengklaim kesetaraan dengan pria berdasarkan suatu kecakapan manusia yang hakiki untuk menjadi agensi moral yang bernalar, bahwa ketidak setaraan gender adalah hasil dari pemolaan berdassarkan seksi pembagian kerja, dan bahwa kesetaraan gender dapat diasilkan dengan mengubah pembagian kerja melalui pemolaan kembali Lembaga-lembaga kunci- hukum, kerja, keluarga, Pendidikan, dan media. Secara historis unsur pertama didalam argummen feminism liberal adalah klaim untuk kesetaraan gender.[8]
Bernard percaya bahwa pria akan mendapat manfaat paling banyak dari pernikahan karena mereka lebih mungkin memiliki karier yang sukses karena istri mereka akan mengurus rumah dan anak-anak. Beberapa feminis memandang pernikahan sebagai institusi yang kejam karena hanya sedikit yang menguntungkan wanita.[9]

F.      Teori Sosiologi Feminis

a.       Sosiologi Pengetahuan Feminis
Teori sosiologi feminis dimulai dengan sosiologi pengetahuan karena feminis berusaha mendeskripsikan, menganalisa, dan mengubah dunia dari sudut pandang perempuan dan karena bekerja dari sudut pandang posisi subordinat perempuan dalam relasi sosial, maka teoritis sosiologi feminis melihat bahwa produksi pengetahuan adalah bagian dari system kekuasaan yang mengatur semua produksi didalam masyarakat. Teori Sosiologi Feminis berupaya mengubah keseimbangan kekuasaan didalam discursus sosiologi dan didalam teori social dengan membangun pendirian perempuan sebagai salah satu pendirian yang darinya pengetahuan social disusul.
b.      Tatanan Sosial Makro
Selain produksi komoditas untuk pasar, produksi social, menurut feminis juga mencakup tatanan seperti organisasi pekerjaan rumah tangga, yang menghasilkan komoditas esensial dan jasa rumah tangga, pelayanan seksualitas, yang merancang dan memuaskan keinginan manusia, keintiman, yang merancang dan memuaskan kebutuhan emosional manusia pada cinta, penerimaan dan penghargaan diri; negara dan agama, yang menciptakan aturan dan hukum suatu kounitas: serta politik, medi masa dan diskursus akademik, yang melembagakan definisi public tenatang situasi.
c.       Tatana Sosial Mikro
Ditingat interaksi mikro, sosiologi feminis (seperti perspektif mikro sosiologi) memusatkan perhatian pada masalah individu yang saling memperhatikan ketika mreka mengejar tujuan yang telah dirancang sebelumnya atau secara subjektif memiliki makna Bersama. Teori sosiologi feminis menyatakan bahwa model konvensiolan dari interaksi (behavioris social dan definisionis social) mungkin menggambarkan bagian kesetaraan dalam kategori pemberian kekuasaan makro structural dapat menciptakan makna dan menegosiasikan hubungan dalam proyek Bersama, bagaimana pengalaman pihak yang dominan berinteraksi dengan pihak yang sederajat atau dibawahnya. Namun, teori feminis menunjukan bahwa ketika ketimpangan structural berinteraksi ada lebih banyaknya kualitas lain dalam hubungan itu ketimbang yang ditunjukan oleh model konvensional: bahwa tindakan lebih bersift responsive ketimbang porposif, bahwa ada kesinambungan pelakanaan kekuasaan yang berbeda, bahwa makna dari banyak aktivitas dibuat kabur atau tidak terlihat, bahwa akses tidk selalu terbuka bagi seting-seting tempat dimana paling memungkinkan untuk menciptakan makna yang sama.
d.      Subjektivitas
Kebanyakan teori sosiologi menempatkan level subjektivitas pengalaman social dibawah tindakan social mikro (subjektivitas mmikro) atau sebagai “kultur” atau “idiologi” ditingkat makro (subjektivitas makro). Tetapi, sosiologi feminis berpendirin bahwa interpretasi individual actor tentang tujuan dan hubungan harus dilihat sebagai tingkat yyang berbeda. Pendirian ini, seperti kebanyakannya sosiologi feminis, menimbulkan studi tentang kehidupan wanita dan dapat diterapkan terhadap kehidupan orang bawahan (subordinate) pada umumnya. Wanita (dan mungkin orang bawahan lainya) terutama menyadari benar kekhususan pengalaman subjektif mereka karna pengalaman mereka sendiri sering bertentangan dengan definisi kultur yang berlaku dana definisi ingeraksi mikro yang mapan. Ketika sosiologi melihat tingkat pengalaman subjektif sebagai bagian dari tatanan social mikro, biasanya mereka memusatkan perhatian pada 4 maslah utama: (1) pengambilan peran dan pengetahuan tentang orang lain (2) proses internalisasi norma komunitas. (3) sifat dasar kedirian sebagai actor social. (4) sifat dasar kesadaran tentang kehidupan sehari-hari. Bagian ini membahas tesis feminis mengenai masing-masing masalah itu.

G.    Studikasus

Majalaya adalah salasatu pusat indsutri tekstil di Indonesia, industry tekstil ini memiliki kemampuan untuk mengembangkan serta mensejahterakan masyarakat. Hadirnya industry tekstil dimajalaya ini merupakan salasatu peluang bagi masyarakat untuk bias menaikkan tingkat tarafhidupnya masing masing.
Didalam industry itu sendiri terjadi suatu penyimpangn terhadap para pekerja wanita, adanya wanita menjadi alasan tersendiri bagi pemilik modal untuk meminimalisir pengeluaran biaya yang di gunakan pabri untuk menggaji para pegawai. Para pemodal sendiri beranggapan bahwa tenaga wanita tidak ada artinya dibandingkan dengan para pekerja laki-laki.
Akibat dari penyimpangan yang dilakukan oleh pemilik modal, para pekerja wanita yang merasa dikhianati mulai bertindak dan menuntut untuk mengembalikan haknya. Mereka beranggapan bahwa semua pekerjaan yang di lakukan oleh wanita sudah sesuai prosedur dan juga sebanding dengan pekerja pria. Parapekerja wanita melakukan aksi untuk menuntut perilaku pemilik modal yang sewenang-wenang dan tanpa tranparansi yang jelas atas gaji maupun hak-hak yang di miliki oleh pekerja wanita.
Didalam studi kasus tersebut dapat kita lihat bahwa pendalama serta pemahaman akan feminism menjadi tombak perjuangan bagi kaum wanita untuk menuntut hak-hak yang harus mereka miliki. Dalam teori feminism liberal mengatakan bahwa kesetaran akan tercipta jika kaum wanita memiliki skil atau kapasitas yang sama dengan para laki-laki, dan ketika suatu konsep tersebut dilanggar oleh pemilik modal maka akan terjadi sebuah kekacauan yang memberi dampak negatef sangat besar baik bagi pemilik usaha ataupun para pekerja yang menuntut kejadian tersebut.
H.    Kritik
Feminisme liberal tidak luput dari kritik. Salah satu pengkritik keras feminisme liberal adalah Jean Bethke Elshtain (lahir tahun 1940). Menurutnya[10], feminisme liberal membuat tiga kesalahan, yakni:

  1. Klaim bahwa perempuan dapat menjadi seperti laki-laki. Pada titik ini, feminis liberal telah menjadi ‘enviromentalis yang berlebihan’ yang menganggap bahwa identitas gender semata-mata produk sosialisasi yang dapat diubah jika masyarakat menghendakinya. Faktor biologis diabaikan karena ada semacam ketakutan, jika faktor ini diakui, akan membenarkan represi yang dialami perempuan.
  2. Klaim bahwa kebanyakan perempuan ingin menjadi seperti laki-laki. Feminis liberal mengabaikan perempuan yang menikmati perannya sebagai ibu atau istri, malah menuduh hal itu sebagai kesadaran semu produk sistem yang patriarkal. Padahal, tidaklah mudah bagi perempuan untuk melaksanakan fungsi ‘mothering’. Hal ini jelas mesti dihargai lebih dari pada pekerjaan-pekerjaan yang secara tradisional dilakukan oleh laki-laki.
  3. Klaim bahwa semua perempuan seharusnya ingin menjadi seperti laki-laki. Dan meninggikan nilai-nilai maskulin. Padahal nilai-nilai feminin juga mempunyai nilai yang tidak setara.




[1] George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, Kencana, Jakarta, 2004, hlm. 424-425.
[2] Chaerudin, dkk, Materi Pokok Pendidikan , Jakarta: Cahaya Media, 1995, Hlm. 67
[3] http://www.referensimakalah.com/2012/12/pengertian-feminisme.html
[4] Sukri, Sri Suhandjati (Ed), Pemahaman Islam dan Tantangan Keadilan Gender, Yogyakarta:Gama Media, 2002, Hlm. 45.
[5] Budiman, Arif, Pembagian Kerja Secara Seksual: Sebuah Pembahasan Sosiologis tentang Peran Wanita di dalam Masyarakat, Gramedia. Jakarta, 1981, Hlm, 75.
[6]George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, Kencana, Jakarta, 2004, hlm, 404.
[7] Tong, Rosemarie Putnam, Feminist Thought;Pengantar Paling Komprehensif kepada Arus Utama Pemikiran Feminis, Jalasutra, Yogyakarta, 2008, Hlm, 41.
[8] George Ritzer, Teori Sosiologi: dari sosiologi klasik sampai perkembangan terakhir postmodern, Pustaka pelajar, Yogyakarta, 2012, Hlm, 794.
[9] https://feministtheory.weebly.com/jessie-bernard.html
[10] Tong, Rosemarie Putnam, Hlm, 52-56.

Comments

Popular posts from this blog

Makalah Sosiologi Budaya (Penelitian Suku Osing)

Makalah Budaya Organisasi

Makalah Industri, Masyarakat, dan Politik