Makalah Feminisme Jessie Bernard
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sosiologi adalah ilmu yang membehas tentang perilaku
masyarakat, baik itu perilaku individu dengan individu, individu dengan
kelempok, ataupun kelompok dengan kelompok. Didalam perilaku tersebut terdapat
persoalan yang menjadi focus utama dalam ilmu sosiologi.
Perilaku dan fenomena yang ada didalam masyarakat
sangatlah beragam, mulaidari stritifikasi social, Struktur, Konflik, Perubahan
social maupun keseimbangan antara struktur dengan komponen terkecil. Semua hal
tersebut terjadi dan hadi didalam masyarakat baik dijaman dahulu pada awal mula
sosiologi muncul maupun pada jaman modern ini.
Salasatu fenomena yang ada didalam masyarakat adalah
Perubahan social, hal ini menimbukan efek yang sangat beser. Perubahan akan
terlihat jika kita mengetahui apa awal maupun apa sejarah awal masyarakat itu
sendiri. Dengan melihat sejarah dari masyarakat itu sendiri maka kita bias
melihat dan menganalisis perubahan apa saja yang terjadi di masyarakat.
Perubahan adalah salasatu fenomena yang ada didalam
masyarakat, sebuah perubahan akan terjadi jiak didalam masyarakat tersebut
terdapat struktur atau sub-sub terkecil didalam struktur memiliki kekurangan
atau kejanggalan, Baik itu perubahan secara cepat (Revolisi) maupun secara
lambat (Evolusi) kedua proses tersebut sama-sama mengeluarkan output perubahan.
Feminis adalah suatu gerakan yang menentang atau
ingin merubah terhadap system yang tidak adil, dalam sebuah struktur yang tidak
adil terhadap golongan perempuan maka disitulah kaum feminis bergerak untuk
mengembalikan keadilan dan kesetaraan yang menjadi tujuan bagi kaum feminis.
Dengan sedikit memaparkan permasalahan diatas, maka
penulis tertarik untuk meneliti mengenai fenomena ini, dan memberikan judul
pada makalah ini adalah “Teori Sosiologi Feminis”
B. Rumusan
Masalah
1. Siapa
tokoh pencetus teori feminis Liberal?
2. Apa
yang dimaksud dengan teori feminis?
3. Studikasus
apa yang relevan dengan teori feminis?
C. Tujuan
1. Mengetahui
tokoh pencetus teori feminis Liberal.
2. Memahami
teori feminis.
3. Dapat
menganalisan studikasus yang berkaitan denan teori feminis.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi
Tokoh
Jessie Bernard Kehidupan dan karya Jessie Bernard
ditandai oleh kapasitas untuk tumbuh dan berkembang luar biasa. Ia tak
henti-hentinya memindahkan perhatian ke kawasan intelektual yang baru bagi
dirinya. Proses pergeseran ini dilukiskannya dalam My Four Revolutions : An
Autobiographical Account of the American Sociological Association (1973). Dalam
artikel ini dan dalam karyanya kini, Bernard menyajikan revolusinya yang
terakhir sebagai sebuah gerakan menuju feminisme masa kini atau menuju yang
disebutnya “pencerahan feminis” (1987). Dengan merunut partisipasi Bernard
dalam pencerahan feminis, kita dapat melihat banyak tentang partisipasi wanita
dalam sosiologi Amerika abad 20. [1]
Nama aslinya Jessie Ravitch, lahir di Minneapolis 8
Juni 1903. Pertumbuhan penting pertamanya terjadi ketika ia meninggalkan
keluarga imigran Yahudinya untuk belajar di Universitas Minnesota di usia 17
tahun. Di Universitas ini ia tak hanya untuk pertama kali keluar dari
lingkungan imigran namun yang lebih penting lagi, ia mulai mengaitkan dirinya
dengan upaya membangun sosiologi sebagai profesi yang diakui penuh di dunia
akademi Amerika. Ia menjadi murid Sorokin yang kemudian mendirikan jurusan
sosiologi di Harvard, dan belajar dengan L.L. Bernard yang menjadi tokoh
penting yang mendirikan The American Sociological Review. Jessie menjadi
asisten Bernard selama empat tahun yang kemudian mengawininya tahun 1925.
Studinya dengan Bernard memberinya landasan pendekatan positivistik atas
sosiologi sebagai ilmu yang meninggalkan ciri-cirinya di seluruh karyanya yang
terakhir dalam kemampuannya memindahkan riset kuantitatif menjadi riset
kualitatif dan analisis kritis.
Jessie pindah bersama suaminya karena Bernard
mendapatkan berbagai jabatan akademis. Ia mendapat Ph.D. dalam sosiologi di
Universitas Washington di St. Louis tahun 1935. Pertengahan tahun 1940 keluarga
Bernard berada di Universitas Negeri Pensylvania dan Jessie berada di
pertengahan pertumbuhan positivismenya.
Jessie meninggalkan positivisme ketika menanggapi
peristiwa Perang Dunia II. Kekejaman Nazi menghancurkan keyakinannya tentang
kemampuan ilmu untuk mengetahui dan menciptakan sebuah dunia yang adil.
Kekejaman Nazi ini juga membuatnya menguji kembali alasan kepindahannya ke AS
selaku keluarga Yahudi. Pengalaman ini meningkatkan kepekaannya terhadap
keadaan sosial seluruh pengetahuan walaupun secara pelan-pelan ia mampu beralih
ke posisi feminis ini.
Bersamaan dengan perpecahannya dengan positivisme,
pada pertengahan 1940 Jessie mulai membangun posisi akademisnya sendiri di Penn
State. Suaminya meninggal 1951 namun Jessie tetap di Penn State hingga tahun
1960, mengajar, menulis dan mengasuh tiga orang anaknya. Selama dekade 1960-an
ia bola balik antara Penn State dan Washington DC dan akhirnya meninggalkan
dunia akademis untuk mencurahkan segenap perhatiannya pada tugas riset dan
menulis. Sejak pertengahan tahun 1960-an ia menetap di Washington DC, meski ia
tetap mengajar sebagai profesor di Penn State. Jadi selama dua dekade sesudah
PD II merupakan periode lain pertumbuhan dan hasil perkembangan Jessie, pertama
ia membangun identitas profesional untuk pertama kalinya yang terlepas dari
suaminya, dan kemudian terlepas dari kungkungan konvensional dan mulai
meningkatkan penolakan publik terhadap sosiologi sebagai ilmu positif.
Periode paling dramatis dari perkembangan Jessi
adalah 1964 hingga kini. Fakta ini penting baik dilihat dari sudut kualitas dan
kuantitas produktivitas Jessie maupun dari sudut apa yang ia katakan sendiri
tentang pola karir kehidupan wanita. Selama periode ini Jessie telah menerbitkan
12 buku dan sejumlah besar artikel dan makalah yang membuktikan dirinya sebagai
penerjemah utama sosiologi jender. Gerakannya ke tangga kepemimpinan ini
ditandai oleh pola pertumbuhan dan perkembangan yang sama. Demikianlah, ia
mengurangi peran kepemimpinan tradisional seperti mundur dari jabatan Presiden
ASA untuk memusatkan perhatian pada kegiatan riset, menulis dan meningkatkan
keterlibatan dalam gerakan wanita. Iapun mengkaji ulang tulisan-tulisan awalnya
tentang keluarga dan jender, dan meningkatkan penafsiran feminisnya. Karya
(1942), Marriage and Family among Negroes
(1956), Remarriage : A Study of
Marriage (1957), Akademic Women
(1964), The Sex Game : Communication
between the Sexes (1968), Women and
the Public Interest : An Essay on Policy and Protest (1971), The Future of Motherhood (1974), Women, Wifes, Mothers : Value and Options
(1975), The Female World (1980), The Future of Marriage (1982) dan The Female
Worl from a Global Perspective (1978).
Karya di atas ditandai oleh empat kualitas esensial
: kemampuannya mengemukakan data tingkat makro sebagai penunjang untuk mencapai
kesimpulan tentang interaksi mikro dan pengalaman subjektif; ia makin mengakui
pentingnya peran pengalaman subjektif dalam pembentukan struktur sosial makro;
ia makin menekankan pada konteks sosial pengetahuan dan kebutuhan metodologi
dalam meneliti kehidupan kelompok yang tak kelihatan itu di dalam dan dari
kehidupan mereka sendiri tidak semata-mata hanya dengan membandingkannya dngan
tipe patriarkis mereka; ia beralih dari kerangka keinginannya tentang kehidupan
wanita dalam konteks tradisional sosiologi keluarga melalui bingkai yang
memusatkan perhatian pada wanita dalam sosiologi jender ke kerangka sosiologi
feminis dan kritis.
Selama karirnya Jessie telah mengumpulkan sejumlah
tanda penghargaan dan penghargaan tertinggi yang diterimanya adalah hadiah yang
ditunjukkan untuk menandai “orang yang telah menyumbang secara intelektual,
profesional dan kemanusiaan terhadap dunia kerjasama dan feminisme”
(Lipman-Blumen, 1979:55).
B. Pengertian
Feminis
Secara etimologis sosiologi berasal dari kata latin
“socius” dan kata Yunani “logos”. “Socius” berarti kawan, sahabat, sekutu,
rekan, masyarakat. “logos” berarti ilmu. Jadi sosiologi adalah ilmu yang
mempelajari tentang masyarakat.[2] Didalam masyarakat
terdapat banyak sekali sebuah fenomena yang menunjukan keanekaragaman sikap
manusia, salasatunya feminis.
Secara etimologis kata feminisme berasal dari bahasa
Latin, yaitu femina yang dalam bahasa Inggris diterjemahkan menjadi feminine,
artinya memiliki sifat-sifat sebagai perempuan. Kemudian kata itu ditambah
“ism” menjadi feminism, yang berarti hal ihwal tentang perempuan.[3] Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), feminisme diartikan sebagai gerakan wanita yang menuntut
persamaan hak sepenuhnya antara kaum wanita dan pria.
Feminisme lahir sebagai dampak dari filsafat
materialistik yang melandasi tatanan sosial yang kapitalistik, akibatnya sektor
publik ditempatkan sebagai posisi sentral dan produktif dalam masyarakat dengan
sistem gaji dan karier yang permanen. Sistem yang patriaki yang telah
mendominasi kultur manusia turut andil memperkuat posisi sektor publik sebagai
milik laki-laki, konsekuensinya sektor domistik semakin didesak sebagai tempat
yang tidak berharga. Dan ketika gaya hidup konsumtif melanda masyarakat,
kebutuhan hidup tidak mampu hanya ditopang oleh laki-laki, hal yang demikian
mengharuskan perempuan untuk keluar rumah sebagai tenaga kerja. Karena skill
yang dimiliki oleh perempuan jauh tertinggal dengan laki-laki maka tenaga
mereka tidak dihargai sama.[4]
C. Persoalan
Teoritis mendasar
Teori sosiologis feminis berkembang dari teori
feminis pada umumnya, sebuah cabang ilmu baru tentang wanita yang mencoba
menyediakan sistem gagasan mengenai kehidupan manusia yang melukiskan wanita
sebagai objek dan subjek, sebagai pelaku dan yang mengetahui.
Ada beberapa pertanyaan yang menjadi persoalan
teoritis mendasar, diantra pertanyaan-pertanyaan mendasar tersenut dapat
digolongkan menurut empat pertanyaan mendasar: (1) Dan bagaimana dengan
perempuan? (2) Mengapa situasi perempuan seperti sekarang ini ? (3) Bagaimana
kita dapat mengubah dan memperbaiki dunia sosial? (4) Bagaimana dengan
perbedaan di antara perempuan? Pertanyaan teoritis mendasar ini menghasilkan
perubahan revolusioner dalam pemahaman feminis tentang kehidupan social.
Pemahaman patriaki merupakan suatu bentuk dominasi
yang berdampak terhadap keterasingan wanita. Patriaki sendiri dalah sebuah sistem yang menganggap kaum
laki-laki ditakdirkan untuk mengatur perempuan. Hal ini berlaku kokoh di
seluruh dunia (Fromm dalam Adji dkk 2009: 9). Kemudian diperjelas oleh pendapat
Walby (2014: 28), yang menyatakan bahwa patriarki adalah sebuah sistem struktur
sosial dan praktik-praktik yang memosisikan laki-laki sebagai pihak yang
mendominasi, menindas dan mengeksploitasi kaum perempuan. Penggunaan istilah
struktur sosial untuk menunjukkan penolakan terhadap determinisme biologis dan
gagasan bahwa setiap individu laki-laki berada pada posisi dominan dan setiap
individu perempuan dalam posisi subordinat.[5]
Uraian diatas membawa kita menamukan bahwa apa yang
telah kita anggap sebagai pengetahuan yang absolut dan universal tentang
kehidupan social ternyata adala pengetahuan yang berasal dari pengalaman dan
bagian masyarakat yang berkuasa atau mendominasi, yakni lelaki. Pengetahuan
tersebut akan menjadi suatu tombak yang mengasingkan wanita, dan sebetulnya
tidaklah pantas wanita menjadi terasingkan, pada dasarnya wanita memiliki
pengaruh besar serta sangat mendasar bagi kehidupan social yakni merawat dan
membantu keberlangsungan hidupan.[6]
D. Teori
Sosial Tentang Gender
Ada beberapa teori Sosial tentang Gender yang perlu
ditelaah untuk mempermudah memahami konsep Teori Sosiologi Feminis, Teori
Sosial yang berkaitan dengan Gender dibagi menjadi dua sudutpandang,
diantaranya Teori social Makro tentang Gender dan Teori Sosial Mikro Tentang
Gender.
a. Teori
Sosial Makro tentang Gender
Pertanyaan pertama feminisme ”dan bagaimana dengan
wanita?” telah menghasilkan tanggapan yang signifikan dari teoritisi yang
terbagi dalam tiga perspektif sosial makro utama yakni fungsionalisme, teori
konflik analitis, dan teori sistem dunia neo-Marxism. Para teoritis ini
menggunakan proses analisis yang sama dalam menempatkan perbedaan jenis kelamin
dalam anlisis teoritis umum mereka terhadap fenomena sosial berskala luas.
Pertama. Mereka mendefinisikan fenomena itu sebagai sistem antar hubungan dan
struktur interaksi yang dipahami sebagai ”keteraturan pola dalam perilaku
individual” (Chafetz, 1984 dalam Ritzer, 2003). Teoritis funghsional dan
teoritisi konflik analitik memusatkan perhatian pada negara-negara atau,
kadang-kadang, khususnya dalam teori konflik analitik pada pengelompokkan kultural
pramodern. Teori sistem dunia membicarakan kapitalisme global sebagai sebuah
sistem transisi di mana negara bangsa adalah struktur yang penting. Variasi
antara teori-teori ini terletak pada struktur khusus dan proses sistemik yang
mereka pandang penting. Kedua. Teoritis ini memusatkan perhatian pada keadaan
wanita di dalam sistem yang telah digambarkan itu. Ketiga teori itu akhirnya
tiba pada keimpulan yang sama : tempat utama wanita dalam pengertian bahwa itu
adalaj lokasi yang dilihat dalam semua kultur sebagai ”wilayah” khusus untuk
perempuan adalah rumah tangga (keluarga).
- Fungsionalisme: Pendukung utama teori fungsionalisme jender adalah Miriam johson. Berbicara sebagai teoritis fungsional dan sebagai feminis, ia pertama mengakui kegagalan fungsionalisme dalam meniliti secara memadai kerugian yang dialami wanita dalam masyarakat. Ia mengakui bahwa adanya pandangan berat sebelah yang tak sengaja dalam teori Parsons tentang keluaraga dan kecenderungan fungsionalisme untuk meminggirkan masalah ketimpangan sosial, dominasi, dan penindasan. Suatu kecenderungan yang berasal dari penekanan perhatian fungsionalisme pada ketertiban sosial.
- Teori Konflik Analitik: Teoritisi paling berpengaruh yang menganalisis masalah jender berdasarkan perspektif teori konflik adalah Janet Chafetz. Pendekatan Chafetz adalah lintas kultural dan lintas historis dan mencoba merumuskan teori jender dalam seluruh pola-pola kemasyarakatan khususnya. Secara lebih khusu ia memusatkan perhatian pada masalah ketimpangan gender yang disebutnya sebagai stratifikasi jenis kelamin. Studi ini meliputi diferensiasi peran menurut jenis kelamin, ideologi patriakis, organisasi keluarga dan pekerjaan, pemisahan rumah tangga dan tempat kerja, surplus ekonomi, kecanggihan teknologi, kepadatan penduduk, dan kekerasan lingkungan; kesemuanya dipahami sebagai variabel. Interaksi variabel ini menetukan tingkat stratifikasi jenis kelamin karena variabel itu menentukan struktur kunci rumah tangga dan produksi ekonomi serta derajat perpindahan wanita antara bidang rumah tangga dan produksi ekonomi.
- Teori Sistem Dunia: Teori ini memandang kapitalisme global di seluruh fase historisnya sebagai sebuah sistem untuk dijadikan sasaran analisis sosiologi. Masayarakat nasional dan kelompok kultural khusus lainnya adalah struktur penting dalamsistem kapitalisme dunia karena merupakan stratifikasi ekonomi dari masyarakat dan kelompok-kelompok itu (inti ekonomi, semipinggiran, dan pinggiran), pembagian kerja, modal, dan kekuasaan di antara dan di dalamnya, dan hubungan kelas di dlaam setiap unit sosial. Karena yang telah ditetapkan sebagai sasaran studi teori ini adalah kapitalisme, maka individu di seluruh unit-unit sosial secara khas dipahami menurut peran mereka dalam isstem kapitalis untuk menciptakan nilai lebih. Dengan demikian, teori ini secara khas yang hanya memahami peran wanita dalam sistem sosial sebatas tenaga kerja wanita yang menjadi bagian kapitalisme yakni ketika wanita bekerja dalam proses produksi dan pasar kapitalis. Tetapi, keterlibatan penuh dan langsung dengan isu gender segera membuat model sistem sosial ini menjadi persoalan.
b. Teori
Sosial Mikro tentang gander
- Interaksionalisme Simbolik: Analisis pakar interaksionisme simbolik menunjukkan bahwa individu terlibat dalam memepertahankan diri berdasarkan gender dalm berbagai situasi. Individu mempunyai gagasan tentang apa makna menjadi lelaki atau wanita. Individu membawa kedirian menurut jenis kelamin ke dalam situasi dan mencoba bertindak sesuai dengan pengertian yang telah dihayati ini, yang mungkin berubah melalui interaksi dari situasi ke situasi, tetapi merupakan gudang komponen jenis kelamin perilaku individu.Teori Sosiologi Feminis.
- Ethnometodologi: Teori ini mempertanyakan stabilitas identitas menurut gender dan memperhatikan ”bagaimana gender diperankan” oleh aktor dalam berbagai situasi. Riset etnometodologi menunjukkan bahwa pemabgian kerja dalam rumah tangga, mungkin dilihat adil dan seimbang baik oleh laki-laki maupun wanita dalam situasi itu karena lelaki dan wanita menerima dan menyesuaikan diri terhadap harapan normatif untuk berperan menurut jenis kelamin di dalam rumah tangga.
E. Teori
Feminis Liberal
Jessie
Bernard adalah seorang sosiolog perempuan yang sangat terkenal. Dia
mengkhususkan diri dalam keluarga, seksualitas, dan gender. Dia adalah seorang
feminis liberal yang percaya bahwa menjadi seorang ibu rumah tangga adalah apa
yang menahan perempuan untuk mencapai potensi penuh mereka.
Aliran
pemikiran politik yang merupakan asal mula feminisme liberal, berada dalam
proses rekonseptualisasi, pemikiran ulang, dan penstrukturanulang. Feminisme
liberal menekankan, pertama bahwa
keadilan gender menuntut kita untuk membuat aturan permainan yang adil,
sedangkan kedua, untuk memastikan tidak satupun dari pelomba untuk kebaikan dan pelayanan
bagi masyarakat dirugikan secara sistematis, keadilan gender tidak menuntut kita untuk
memberikan hadiah bagi pemenang dan yang kalah. Tujuan umumdari feminisme
liberal adalah untuk menciptakan masyarakat yang adil dan peduli tempat
kebebasan berkembang. Hanya didalam masyarakat seperti itu perempuan dan
laki-laki dapat mengembangkan diri.[7]
Ungkapan utama teori ketidaksetaraan gender adalah
feminism liberal, yang berargumen bahwa wanita dapat mengklaim kesetaraan
dengan pria berdasarkan suatu kecakapan manusia yang hakiki untuk menjadi
agensi moral yang bernalar, bahwa ketidak setaraan gender adalah hasil dari
pemolaan berdassarkan seksi pembagian kerja, dan bahwa kesetaraan gender dapat
diasilkan dengan mengubah pembagian kerja melalui pemolaan kembali
Lembaga-lembaga kunci- hukum, kerja, keluarga, Pendidikan, dan media. Secara
historis unsur pertama didalam argummen feminism liberal adalah klaim untuk
kesetaraan gender.[8]
Bernard
percaya bahwa pria akan mendapat manfaat paling banyak dari pernikahan karena
mereka lebih mungkin memiliki karier yang sukses karena istri mereka akan
mengurus rumah dan anak-anak. Beberapa feminis memandang pernikahan sebagai
institusi yang kejam karena hanya sedikit yang menguntungkan wanita.[9]
F. Teori
Sosiologi Feminis
a. Sosiologi
Pengetahuan Feminis
Teori sosiologi feminis dimulai dengan sosiologi
pengetahuan karena feminis berusaha mendeskripsikan, menganalisa, dan mengubah
dunia dari sudut pandang perempuan dan karena bekerja dari sudut pandang posisi
subordinat perempuan dalam relasi sosial, maka teoritis sosiologi feminis
melihat bahwa produksi pengetahuan adalah bagian dari system kekuasaan yang
mengatur semua produksi didalam masyarakat. Teori Sosiologi Feminis berupaya
mengubah keseimbangan kekuasaan didalam discursus sosiologi dan didalam teori
social dengan membangun pendirian perempuan sebagai salah satu pendirian yang
darinya pengetahuan social disusul.
b. Tatanan
Sosial Makro
Selain produksi komoditas untuk pasar, produksi
social, menurut feminis juga mencakup tatanan seperti organisasi pekerjaan
rumah tangga, yang menghasilkan komoditas esensial dan jasa rumah tangga,
pelayanan seksualitas, yang merancang dan memuaskan keinginan manusia,
keintiman, yang merancang dan memuaskan kebutuhan emosional manusia pada cinta,
penerimaan dan penghargaan diri; negara dan agama, yang menciptakan aturan dan
hukum suatu kounitas: serta politik, medi masa dan diskursus akademik, yang
melembagakan definisi public tenatang situasi.
c. Tatana
Sosial Mikro
Ditingat interaksi mikro, sosiologi feminis (seperti
perspektif mikro sosiologi) memusatkan perhatian pada masalah individu yang
saling memperhatikan ketika mreka mengejar tujuan yang telah dirancang
sebelumnya atau secara subjektif memiliki makna Bersama. Teori sosiologi
feminis menyatakan bahwa model konvensiolan dari interaksi (behavioris social
dan definisionis social) mungkin menggambarkan bagian kesetaraan dalam kategori
pemberian kekuasaan makro structural dapat menciptakan makna dan menegosiasikan
hubungan dalam proyek Bersama, bagaimana pengalaman pihak yang dominan
berinteraksi dengan pihak yang sederajat atau dibawahnya. Namun, teori feminis
menunjukan bahwa ketika ketimpangan structural berinteraksi ada lebih banyaknya
kualitas lain dalam hubungan itu ketimbang yang ditunjukan oleh model
konvensional: bahwa tindakan lebih bersift responsive ketimbang porposif, bahwa
ada kesinambungan pelakanaan kekuasaan yang berbeda, bahwa makna dari banyak
aktivitas dibuat kabur atau tidak terlihat, bahwa akses tidk selalu terbuka
bagi seting-seting tempat dimana paling memungkinkan untuk menciptakan makna
yang sama.
d. Subjektivitas
Kebanyakan teori sosiologi menempatkan level
subjektivitas pengalaman social dibawah tindakan social mikro (subjektivitas
mmikro) atau sebagai “kultur” atau “idiologi” ditingkat makro (subjektivitas makro).
Tetapi, sosiologi feminis berpendirin bahwa interpretasi individual actor
tentang tujuan dan hubungan harus dilihat sebagai tingkat yyang berbeda.
Pendirian ini, seperti kebanyakannya sosiologi feminis, menimbulkan studi
tentang kehidupan wanita dan dapat diterapkan terhadap kehidupan orang bawahan
(subordinate) pada umumnya. Wanita (dan mungkin orang bawahan lainya) terutama
menyadari benar kekhususan pengalaman subjektif mereka karna pengalaman mereka
sendiri sering bertentangan dengan definisi kultur yang berlaku dana definisi
ingeraksi mikro yang mapan. Ketika sosiologi melihat tingkat pengalaman
subjektif sebagai bagian dari tatanan social mikro, biasanya mereka memusatkan
perhatian pada 4 maslah utama: (1) pengambilan peran dan pengetahuan tentang
orang lain (2) proses internalisasi norma komunitas. (3) sifat dasar kedirian
sebagai actor social. (4) sifat dasar kesadaran tentang kehidupan sehari-hari.
Bagian ini membahas tesis feminis mengenai masing-masing masalah itu.
G. Studikasus
Majalaya adalah salasatu pusat indsutri tekstil di
Indonesia, industry tekstil ini memiliki kemampuan untuk mengembangkan serta
mensejahterakan masyarakat. Hadirnya industry tekstil dimajalaya ini merupakan
salasatu peluang bagi masyarakat untuk bias menaikkan tingkat tarafhidupnya
masing masing.
Didalam industry itu sendiri terjadi suatu
penyimpangn terhadap para pekerja wanita, adanya wanita menjadi alasan
tersendiri bagi pemilik modal untuk meminimalisir pengeluaran biaya yang di
gunakan pabri untuk menggaji para pegawai. Para pemodal sendiri beranggapan
bahwa tenaga wanita tidak ada artinya dibandingkan dengan para pekerja
laki-laki.
Akibat dari penyimpangan yang dilakukan oleh pemilik
modal, para pekerja wanita yang merasa dikhianati mulai bertindak dan menuntut
untuk mengembalikan haknya. Mereka beranggapan bahwa semua pekerjaan yang di
lakukan oleh wanita sudah sesuai prosedur dan juga sebanding dengan pekerja
pria. Parapekerja wanita melakukan aksi untuk menuntut perilaku pemilik modal
yang sewenang-wenang dan tanpa tranparansi yang jelas atas gaji maupun hak-hak
yang di miliki oleh pekerja wanita.
Didalam studi kasus tersebut dapat kita lihat bahwa
pendalama serta pemahaman akan feminism menjadi tombak perjuangan bagi kaum
wanita untuk menuntut hak-hak yang harus mereka miliki. Dalam teori feminism
liberal mengatakan bahwa kesetaran akan tercipta jika kaum wanita memiliki skil
atau kapasitas yang sama dengan para laki-laki, dan ketika suatu konsep tersebut
dilanggar oleh pemilik modal maka akan terjadi sebuah kekacauan yang memberi
dampak negatef sangat besar baik bagi pemilik usaha ataupun para pekerja yang
menuntut kejadian tersebut.
H. Kritik
Feminisme liberal tidak luput dari kritik. Salah satu
pengkritik keras feminisme liberal adalah Jean Bethke Elshtain (lahir tahun
1940). Menurutnya[10], feminisme liberal
membuat tiga kesalahan, yakni:
- Klaim bahwa perempuan dapat menjadi seperti laki-laki. Pada titik ini, feminis liberal telah menjadi ‘enviromentalis yang berlebihan’ yang menganggap bahwa identitas gender semata-mata produk sosialisasi yang dapat diubah jika masyarakat menghendakinya. Faktor biologis diabaikan karena ada semacam ketakutan, jika faktor ini diakui, akan membenarkan represi yang dialami perempuan.
- Klaim bahwa kebanyakan perempuan ingin menjadi seperti laki-laki. Feminis liberal mengabaikan perempuan yang menikmati perannya sebagai ibu atau istri, malah menuduh hal itu sebagai kesadaran semu produk sistem yang patriarkal. Padahal, tidaklah mudah bagi perempuan untuk melaksanakan fungsi ‘mothering’. Hal ini jelas mesti dihargai lebih dari pada pekerjaan-pekerjaan yang secara tradisional dilakukan oleh laki-laki.
- Klaim bahwa semua perempuan seharusnya ingin menjadi seperti laki-laki. Dan meninggikan nilai-nilai maskulin. Padahal nilai-nilai feminin juga mempunyai nilai yang tidak setara.
[1]
George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori
Sosiologi Modern, Kencana, Jakarta, 2004, hlm. 424-425.
[2] Chaerudin,
dkk, Materi Pokok Pendidikan ,
Jakarta: Cahaya Media, 1995, Hlm. 67
[3] http://www.referensimakalah.com/2012/12/pengertian-feminisme.html
[4] Sukri,
Sri Suhandjati (Ed), Pemahaman Islam dan
Tantangan Keadilan Gender, Yogyakarta:Gama Media, 2002, Hlm. 45.
[5] Budiman,
Arif, Pembagian Kerja Secara Seksual:
Sebuah Pembahasan Sosiologis tentang Peran Wanita di dalam Masyarakat, Gramedia.
Jakarta, 1981, Hlm, 75.
[6]George
Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori
Sosiologi Modern, Kencana, Jakarta, 2004, hlm, 404.
[7]
Tong, Rosemarie Putnam, Feminist
Thought;Pengantar Paling Komprehensif kepada Arus Utama Pemikiran Feminis,
Jalasutra, Yogyakarta, 2008, Hlm, 41.
[8]
George Ritzer, Teori Sosiologi: dari
sosiologi klasik sampai perkembangan terakhir postmodern, Pustaka pelajar,
Yogyakarta, 2012, Hlm, 794.
[9] https://feministtheory.weebly.com/jessie-bernard.html
[10]
Tong, Rosemarie Putnam, Hlm, 52-56.
Comments
Post a Comment