Makalah Perilaku Komsumsi Masyarakat Di Era Post Industri


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Masyarakat adalah sekumpulan individu individu yang berkumpul menjadi satu bagian. Didalam masyaraka sendiri terdapat norma dan nilai yang mengatur segala aspek kehidupan, mulai dari hal yang terkecil yaitu status dan peran sertah hal yang kompleks yaitu produksi dan komsumsi. Semua aspek tersebut berada dalam masyarakat yang tercermin didalam pola hidup keseharian.
Komsumsi sendiri menjadi poko persoalan yang sangat mendasar didalam masyarakat. Komsumsi harus bisa memenuhi segala kebutuhan yang di perlukan oleh masyarakat baik itu sandang, pangan dan papan. Sumberdaya atau hasil produksi yang minim menjadi poko persoalan utama dalam permasalahan ekonomi, dimana aspek tersebut harus diperkecil agar komsumsi masyarakat tidak terlalu melonjak dan tetap stabil.
Di era post industrial, masyarakat yang berprilaku konsumtif menjadi poko permasalahan utama. Dimana pola hidup masyarakat yang ingin serba instan harus bisa terpenuhi dan menciptakan stabilitas ekonomi agar suatu roda pemerintahan bisa berjalan dengan baik.
Oleh sebab itu pemakalah akan membahas tentang “Perilaku Komsumsi Masyarakat Di Era Post Industri”

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa itu Post Industri?
2.      Apa itu komsumsi?
3.      Bagaimana perilaku komsumsi masyarakat di era post industri?

C.     Tujuan
1.      Mengetahui apa itu post industri.
2.      Mengetahui apa itu komsumsi.
3.      Memahami perilaku komsumsi masyarakat di era post industri.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Post Industri

Post-industrial society adalah konsep ekonomi yang menjelaskan bahwa sektor jasa menghasilkan kesejahteraan yang lebih baik dibandingkan sektor industri atau manufaktur di beberapa negara. Konsep ini dipopulerkan oleh Daniel Bell. Era post-industrial society ditandai dengan:
1.      Ekonomi menuju transisi dari memproduksi barang menjadi menyediakan jasa.
2.      Pengetahuan menjadi bentuk modal yang berharga.
3.      Memproduksi ide adalah jalan utama untuk menumbuhkan ekonomi.
4.     Melalui proses globalisasi dan automasi, nilai dan kepentingan terhadap ekonomi ala kerah biru (buruh), pekerjaan yang tidak bersatu, termasuk buruh manual (contoh: pekerjaan lini perakitan) menurun. Lalu pekerjaan profesional (seperti ilmuwan, profesional di bidang industri kreatif, dan profesional IT) bertumbuh.
5.      Teknologi, sains, dan keterampilan informasi meningkat dan jadi kebiasaan sehari-hari.
Contoh dari gambaran masyarakat post industrial dapat terlihat dari perubahan sistem dalam pengiriman surat. Dulu, banyak perusahaan yang merekrut operator surat-menyurat dan penyediaan logistik pengiriman surat untuk mempermudah komunikasi perdagangan antar 2 perusahaan. Komoditas surat-menyurat dulu tergolong murah namun jumlahnya bisa jadi sangat banyak. Begitu juga dengan pegawai yang diperkerjakan, jumlahnya bisa jadi sangat banyak. Meski dengan upah yang murah.
Sekarang, pertukaran data dan informasi hanya membutuhkan biaya nyaris nol (kecuali mungkin untuk akses internet dan pulsa). Informasi diperoleh secara up-to-date dan jumlah pegawai yang dipekerjakan tak perlu terlalu banyak. Oleh karena itu, perusahaan cukup membuat sistem informasi dengan merekrut sedikit ahli IT yang jika dibandingkan dengan beban petugas surat-menyurat di masa lalu total gaji dari keduanya relatif sama. Total logistik surat-menyurat dapat dianalogikan dengan komputer, internet, dan berbagai peralatan lainnya yang jika ditotal lagi-lagi akan sama dengan kebutuhan komoditas di masa lalu. Belum lagi adanya faktor kelangkaan kertas sehingga masyarakat semakin sadar untuk mengembangkan sistem dokumentasi yang tidak berbasis kertas.

B.     Komsumsi

Sebelum membahas tertang pola perilaku komsumsi masyarakat di era post industrial, alangkah baiknya terlebih dahulu membahas tentang komsumsi itu sendiri. Agar lebih mempermudah dan memahami alur pembahasan.

a)      Pengertian Komsumsi
Banyak pengertian yang telah dibuat tentang komsusmsi oleha berbagai ahli dari berbagai disiplin ilmu seperti ekonomi, sosiologi, antropologi, politik dan lainnya. Dalam bab ini kita merujuk pengertian yang dibuat oleh para ahli sosiologi. Salah seorang sosiolog merumuskan pengertian komsumsi adalah Don Slater.
Menurut Don Slater (1997), konsumsi adalah bagaimana manusia dan aktor sosial dengan kebutuhan yang dimilikinya berhubungan dengan sesuatu (dalam hal ini Material, Barang simbolik, Jasa atau Pengalaman) yang dapat memuaskan mereka.
Berhubungan dengan sesuatu yang dapat memuaska mereka dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti menikmati, menonton, melihat, menghabiskan, mendengar, memperhatikan, dan lainnya. Jadi pengertian Komsumsi menurut Slater tersebut, sesuai dengan istilah mengkomsumsi, seperti yang dikutip Featherstone (2001) dari Raymond Williams, sebagai merusak (to destroy), memakai (to use up), membuang (to waste), dan menghabiskan (to exhaust).
Dengan definisi yang di kemukakan Slater tersebut maka komsusmsi mengacu pada seluruh aktifitas sosial yang orang lakukan sehingga bisa dipakai untuk mencirikan dan mengenali mereka di samping apa yang mereka “lakukan” untuk hidup (Chaney, 2004), dengan demikian, tindakan komsumsi tidak hanya dipahami sebagai makna, sandang, pangan dan papan saja tetapi harus dipahami dalam berbagai fenomena dan kenyataan.

b)      Pengertian komsumsi menurut beberapa tokoh
Menurut Ritzer, Para tokoh sosiologi klasik telah berbicara tentang komsumsi. Sudut pandang dan isi dari teori yang dikembnagkan oleh para tokoh teori tersebut beragam.

·         Karl Marx (1818-1883)
Dalam membahas komoditas Marx membedakan antara alat produksi dan alat komsumsi. Produksi sebagai  “ komoditas yang memiliki suatu bentuk dimana komoditas memasuki komsumsi produktif” (1884/1891: 471). Sedangkan alat Komsumsi didefinisikan sebagai “komoditas yang memiliki suatu bentuk dimana komoditas itu memasuki komsumsi individual dari kelas kapitalis dan pekerja” (1884/1891: 471) alat komsumsi bisa di contohkan seperti sandang, pangan dan papan.

·         Emile Durkheim (1858-1917)
Menurut Durkheim, masyarakat terintegrasi karena adanya kesadarn kolektif (collective consciousness), yaitu totalitas kepercayaan-kepercayaan dan sentiment-sentimen bersama (1964). Ia merupakan suatu solidaritas yang tergantung pada individu-individu yang memiliki sifat-sifat yang sama dan menganut kepercayaan-kepercayaan dan pola normative yang sama pula.
 Durkheim membagi masyarakat atas dua tipe, yaitu masyarakat yang berlandaskan solidaritas mekanik dan solidaritas organik. Dalam masyarakat berlandaskan solidaritas mekanik, kesadaran kolektif meliputi keseluruhan masyarakat beserta anggotanya dan dengan intensitas tinggi seperti keterlibatan komunitas dalam menghukum orang yang menyimpang dengan menggunakan hokum represif. Kesadaran kolektif dalam masyarakat berlandaskan solidaritas mekanik menuntun anggotanya untuk melakukan konsumsi yangtidak berbeda antara satu sama lain, seragam dalam cara dan pola konsumsi seperti pola pangan, sandang dan papan.
 Masyarakat berlandaskan solidaritas organik telah mengalami transformasi ke dalam suatu solidaritas yang diikat oleh pembagian kerja sehingga intensitas kesadaran kolektif hanya mencakup kalangan masyarakat terbatas yang berada pada jangkauan ruang kesadaran kolektif itu saja. Intensitas kesadaran kolektif seperti itu mencerminkan individulitas yang tinggi, pentingnya konsensus pada nilai-nila abstrak dan umum seperti hukum pidana dan hukum perdata, dan dominannya hukum restitutif, yaitu hukum yang bertujuan untuk mengembalikan keadaan menjadi keadaan seperti semula melalui hukum yang bersifat memulihkan.

·         Max Weber (1864-1920)
Menurut Weber, agama protestan memberikan dorongan motivasional untuk menjadi seseorang yang memiliki suatu orientasi agama yang bersifat asketik dalam dunia (inner-Worldly asceticism), yaitu suatu komitmen untuk menolak kesempatan atau sangat membatasi diri untuk menuruti keinginan jasadi atau inderawi, atau kenikmatan yang bersifat materialistik, termasuk cara konsumsi tertentu, demi meraih suatu tujuan spiritual yang tinggi, yaitu keselamatan abadi, melalui pekerjaan di dunia yang dianggap sebagai suatu panggilan suci. Max Weber dalam Economy and Society menyatakan bahwa tindakan konsumsi dapat dikatakan sebagai tindakan sosial sejauh tindakan tersebut memperhatikan tingkah laku dari individu lain dan oleh karena itu diarahkan pada tujuan tertentu. Sedangkan tindakan sosial itu sendiri menurut Weber terdiri dari:

1.      Zweckrationalitat / instrumentally rational action / tindakan rasional instrumental yaitu tindakan yang berdasarkan pertimbangan yang sadar terhadap tujuan tindakan dan pilihan dari alat yang dipergunakan.
2.      Wertrationalitat / value rational action / tindakan rasional nilai yaitu suatu tindakan dimana tujuan telah ada dalam hubungannya dengan nilai absolut dan akhir bagi individu.
3.     Affectual type / tindakan afektif, yaitu suatu tindakan yang di dominasi perasaan atau emosi tanpa refleksi intelektual atau perencanaan yang sadar seperti cinta, marah, suka, atau duka.
4.    Traditional action / tindakan tradisional yaitu tindakan yang dikarenakan kebiasaan atau tradisi.

C.     Logika komsumsi

Komsumsi pada dasarnya adalah matarantai terakhir dalam aktivitas ekonomi tempat di ubahnya modal, dalam bentuk uang menjadi komoditas-komoditas melalui proses produksi materiel (Lee, 2006: 3). Seluruh aktivitas produkasi, di mana perusahaan mempekerjakan kaum buruh, mengembangkan menejemen produksi, mencetak produk dan kemudian memasarkannya ke konsumen, muara dari seluruh aktivitas ekonomi ini adalah bagaimana produk atau komoditas yang dihasilkan leku dan kemudian dikomsumsi masyarakat.
Dalam pemikiran Adam smith, masyarakat yang kapitalistik dan rasional pada umumnya baru membeli dan mengkomsumsi seuatu ketika mereka membutuhkan, dan itupun dengan dasar pertimbangan yang rasional: mengalkulasi untung rugi dan dibanyangan masyarakat senantiasa mencari komoditas dengan harga yang terendah karena disitulah sifat rasional masyarakat bekerja (Skousen, 2006: 15-54).
Menurut Jean P. Baudrillard logika komsumsi tidak hanya harus terfokus pemanfaatan nilai guna barang dan jasa oleh individu, namun terfokus pada produksi dan menipulasi sebuah penanda sosial (Ritzer, dalam Baudrillard, 2006: xxii). Komsumsi dalam pandangan Baudrillard (1970), dilihat bukan sebagai kenikmatan atau kesenanggan yang dilakukan masyarakat sevcara bebas dan rasional, melainkan sebagai sesuau yang terkembagakan, yang dipaksakan kepada masyarakat, dan seolah merupakan suatu tugas yang tidak terhindarkan.

D.     Perilaku Komsumsi Masyarakat Post Idustri

Konsep masyarakat post-industrial mengindikasikan perubahan signifikan dalam karakteristrik sentral masyarakat industri (industrial society)—yang menjadi fase sebelumnya—dalam hal meningkatnya pemanfaatan teknologi dan mekanisasi bagi kerja, meningkatnya komunikasi, transportasi, pasar, dan income; urbanisme menjadi way of life, pembagian tenaga kerja (division of labor) semakin kompleks; ditandai dengan peningkatan peran Negara, serta birokratisasi dalam pemerintahan dan ekonomi; juga ditandai dengan peningkatan sekularisasi dan rasionalisasi. Jadi, masyarakat post-industrial merupakan perkembangan lebih lanjut dari masyarakat-masyarakat indutri maju. Dalammakalah ini akan dibahas mengenai perilaku ekonomi dan konsumsi mayarakat post-industrial.
Berbeda dengan kapitalisme awal dan era kapitalisme yang modern yang dominasi mereka lebih mengandalkan pada kekuatan modal dan eksploitasi terhadap nilai lebih tenaga kerja yang ada, kapitalisme lanjut di era post-industrial umumnya lebih banyak mengandalkan pada kemampuan memanipulasi ideologi, menebar perangkat ide-ide kultural yang menciptkan kebutuhan semu dan hasrat yang kuat untuk selalu memberi produk-produk industri budaya serta kemampuan memanfaatkan teknologi informasi untuk menciptakan inperialisme kultural melalui budaya populer dan iklan. Dengan mensiptakan dan memanfaatkan ikon-ikon budaya, idola yang memesona, iklan yang sangat sugestif dan dunia simulasi yang mengalahkan realitas alamiah. Ini semua membuat para konsumen masuk dalam perangkat impian dan dunia halusinasi yang memabukkan.
Perilaku konsumsi yang dilakukan oleh masyarakat post-industrial dapat dikategorikan ke dalam tabel sebagai berikut:
Aspek
Kata Kunci
Keterangan
Politik Ekonomi
Libidonomics, neo liberalisme
Transaksi danpertukaran ekonomi yang dikuasai hasrat dan keinginan.
Era Perkembangan
Masyarakat informasi dan kepitalisme lanjut
Sebuah era dimana mayarakat makin familiar dengan teknologi informasi dan sistem ekonomi yang lenbih beroriientasipada konsumsi daripada produksi.
Yang diperjual-belikan
Komoditas dan komodifikasi
Produk hasil kerja manusia yang diperjualbelikan di pasar, dan proses dimana aktivitas maupun manusia sendiri kedang diberlakukan layaknya barang.
Realitas yang berkembang
Hiper-realitas, simulasi
Realitas alamiah dan bentukan sulit dibedakan.
Teknologi
Teknologi informasi, gadged, internet
Masyarakat dan   pelaku ekonomi banyak mengandalkan dan tergantung pada peran teknologi informasi dan internet.
Budaya yang berkembang
Budaya konsumen
Budaya yang sengaja dikembangkan kekuatan industri budaya untuk menciptakan keinginan konsumen yang takpernah terpuaskan.
Sistem ekonomi
Mc. Donaldisasi
Semacam pennerapan cara kerja birokrasi modern dalam sistem ekonomi yang terorganisasi klebih efisien, massal dan seragam.
Instrumen yang dimanfaatkan
Iklan dan budaya populer
Iklan dan budaya populer menciptakan mimpi dan hasrat konsumen yang radikal
Komunitas
Cyber space dan net generation
Disebut juga dengan istilah now generation. Generasi yang menginginkan segala sesuatunya harus cepat dan seketika ada
Hubugan antar manusia
Refikasi dan fetitisme komoditas
Hubungan antar manusia direduksi seolah benda mati yang tidak memiliki perasaan.
Perilaku masyarakat
Konsumsi berlebih danpenggunaan waktu senggang
Dengan didukung penggunaan kartu kredit, konsumen menjadi makin konsumtif, boros dan kmenikmati waktu luang untuk hal-hal yang sifatnya rekretif dan konsumtif
Perubahan yang terjadi
Gaya hidup dan image
Gaya hidup dan image dikembangkan untuk penampilan dan perbedaan dengan kelas/kelompok sosial ekonomi lain.

Berbelanja dan mengkonsumsi produk-produk industri budaya merupakan salah satu kegemaran masyarakat post-industrial saat ini. Apalagi ditambah dengan kemudahan fasilitas sekarang yang mengemas uang menjadi uang plastik atau kartu kredit menawarkan berbagai kemudahan yang dapat digunakan untuk menunjang kehidupan masyarakat. Banyak perubahan yang ditimbulkan dalam masyarakat post-industrialisme. Salah satunya adalah budaya utang. Utang pada zaman dahulu biasanya hanya dilakukan oleh masyarakat miskin ketika mereka tidak mempunyai pilihan lain untuk mempertahankan hidupnya. Akan tetapi yang terjadi sekarang ini, utang menjadi salah satu tren dan bagian dari gaya hidup masyarakat post-modern. Pandangan masyarakat di era post-industrial saat ini beranggapan bahwa sebagai seorang konsumen yang terlihat keren adalah konsumen harus mempunyai berbagai kartu kredit yang terjajar di dalam dompetnya.
Bukan hanya budaya utang saja yang berubah, budaya berbelanja sekarang juga menjadi hobi para masyarakat post-industrial. Hal ini terjadi karena teknologi dan informasi berkembang dengan pesat. Dengan perkembangan teknologi memberikan kemudahan dalam menjalankan akses berbagai kehidupan manusia. Tawaran berbelanja dengan sistem online memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk dapat berbelanja sesuai dengan kebutuhannya dimana saja dan kapan saja. Dan tawaran berbelanja dengan sistem online tersebut memberikan cara baru berbelanja yang benar-benar menggiurkan bagi masyarakat post-industrial. Dunia maya dalam masyarakat post-industrial bisa diibaratkan sebagai mall super raksaksa yang dengan aktif menawarkan berbagai produk kebutuhan masyarakat mulai dari baju, buku, tas, sepatu, furniture, peralatan dapur dan hampir semua berbagai kebutuhan yang penting dalam kehidupan manusia disediakan oleh dunia maya.
Perilaku konsumsi dan bagaimana cara kekuatan industri budaya memanipulasi selera konsumen pada batas-batas tertentu adalah bentuk relasi satu arah yang indoktrinatif, sugesti, manipulatif, dan melahirkan masyarakat konsumen “satu dimensi” yang cara berfikir dan hasratnya sepenuhnya ditentukan oleh suprastruktur kultural yang dikembangkan kekuatan kapitalisme (Suyatno, 2013:271)
Walaupun masyarakat post-industrial sekarang cenderung mengikuti perubahan yang ada dalam bidang kehidupan mereka dengan cara mengikuti gaya hidup yang sedang menjadi tren masa kini, akan tetapi masih ada orang yang mampu melaawan hegemoni kekuatan industri budaya. Mereka bersikap resisten terhadap tawaran gaya hidup yang diciptakan iklan dan budaya populer yang ada sertamampu mengembangkan mekanisme survival dan gaya hidup yang jauh berbeda dengan apa yang dikehendaki oleh kapitalisme selama ini.
Walaupun banyak konsumen yang boros, akan tetapi masih ada segelintir orang yang cenderung selektif dan memiliki cita rasa tersediri yang unik dalam menentukan gaya hidup mereka. Mereka cenderung tidak larut dalam pusaran mainstreamdimana hasrat dan selera terhadap gaya hidupnya merupakan hasil murni dari pemikirannya sendiri dan cenderung terbebas ddari dominasi kultural kekuatann industri budaya.
Akan tetapi, segelintir orang tersebut yang dianggap mampu bertahan dan tidak terbawa oleh arus modernisasi yang sangat pesat dan dengan sengaja menarik diri dari dan menghindari perkembangan teknologi informasi dan budaya populer inilah yang dirasa akan mengancam eksistensi kemanusiaan. Selain itu, mereka cenderung membuat pranata sosial yang unik,yang berbeda dengan gaya hidup kelas atas justru dianggap keliru oleh rata-rata masyarakat post-industrial. Bahkan, kelompok masyarakat yang masuk dalam lingkaran pengaruh kekuatan ndustri budaya tidak alergi dengan dunia simulasi yang menyenangkan,menghibur, dan menawarkan mimpi-mimpi, namun bersikap selektif dalam memilih cara mengisi waktu senggang dan cara memanfaatkan uang yang dimilikinya




BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Konsumsi adalah suatu kegiatan yang bertujuan mengurangi atau menghabiskan nilai guna suatu barang dan jasa dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sedangkan konsumen adalah orang yang mengkonsumsi barang dan jasa hasil produksi untuk memenuhi kebutuhannya.
Perilaku Komsumsi Masyarakat di era Post Idustri sangat terpengaruhi oleh berbagai aspek, baik itu budaya, politik, ekonomi maupun sosial. Lingkungan dalam era post industri itu sendiri membuat pola komsumsi masyarakat menjadi naik, di akibatkan oleh pemproduksian barang dan jasa yang berskala besar. Sehingga masyarakat sangat mudah membeli dan mengkomsumsi produk yang sebetulnya tidak menjadi suatu kebutuhan poko. Masyarakat dituntun utntuk cakap dan pandai dalam memilah dan mengkomsumsi segala produk yang tersedia agar berguna bagi kehidupannya.

B.     Saran

Pemakalah menyadari bahwa masih banyak materi materi yang belum tersampaikan dalam makalah ini, serta pemakalah merasa kurang cukup dalam mencari referensi yang akurat dan sesuai dengan judul inti. Maka oleh sebab itu pemakalah meminta maaf yang sebesar besarnya dan semoga hal ini menjadi pelajaran khususnya bagi pemakalah umumnya untuk seluruh para pembaca.




DAFTAR PUSTAKA
Suyanto, Bagong. 2013. Sosiologi Ekonomi: Kapitalisme dan Konsumsi di Era Masyarakat Post Modernisme. Prenada Media
Sutisna. 2002. Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Ritzer, George. 2008. Teori Sosiologi. Jogjakarta : Kreasi Wacana
http://www.bglconline.com/2013/02/benarkah-kita-berada-di-era-post-industrial-society/ (di  unduh pada 10 Maret 2018)
http://indonesianknowledgesociety.blogspot.com/2010/04/post-industrial-society-masyarakat-post.html (di unduh pada 10 Maret 2018)
http://id.wikipedia.org/wiki/Perilaku_konsumen (di unduh pada 10 Maret 2018)
http://muthiadewi28.blogspot.com/2011/10/perilaku-konsumen-(di unduh pada 10 Maret 2018)
http://setabasri01.blogspot.com/2012/04/proses-pembentukan-masyarakat-dan.html (di unduh pada 10 Maret 2018)

Comments

Popular posts from this blog

Makalah Sosiologi Budaya (Penelitian Suku Osing)

Makalah Budaya Organisasi

Makalah Industri, Masyarakat, dan Politik