Makalah Radikalisme (Teori Sosiologi Klasik)
POWER POINT jika diperlukan, Download gratis klik disini (https://drive.google.com/open?id=15ZqoUv-bnLM6fVAf-ioD0m4k0PCCNC71)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
Dalam hal ini sosiologi memang tidak terlalu menekankan pada
pemecahan atau jalan keluar masalah-masalah tersebut, namun berupaya untuk
menemukan sebab-sebab terjadinya masalah itu.Usaha-usaha untuk mengatasi
masalah-masalah sosial hanya mungkin berhasil apabila didasarkan pada kenyataan
serta latar belakangnya.
Dilain hal tersebut ada beberapa hal penting yang tertinggal
dalam pemecahan suatu masalah, yaitu sosiologi radikal. Sebenarnya sosiologi
radikal tidak menjelaskan secara spesipik tentang pemecahan suatu masalah, akan
tetapi didalam sosiologi radikal mensajikan beberapa tokoh yang berpikiran
radikal.
Berdasarkan uraian tersebut, perlu di gali dan diteliti
lebih dalam lagi oleh penulis agar lebih memahami tentang “Sosiologi Radikal”.
B. Rumusan
masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan Sosiologi Radikal?
2. Siapa
Tokoh yang masuk kedalam Sosiologi Radikal?
3. Apa
substansi dari Sosiologi Radikal?
C. Tujuan
1. Untuk
memahami apa yang dimaksud dengan Sosiologi Radikal.
2. Agar
mengetahui Siapa Tokoh yang masuk kedalam Sosiologi Radikal.
3. Agar
memahami Apa substansi dari Sosiologi Radikal.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Radikal
Secara bahasa dan istilah
dari radikal yaitu, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990), radikal diartikan sebagai “secara
menyeluruh”, “habis-habisan”, “amat keras menuntut perubahan”, dan “maju dalam
berpikir atau bertindak”.[1]Pengertiannya sendiri yaitu Perasaan yang positif
terhadap segala sesuatu yang bersifat ekstrim sampai ke akar-akarnya. Sikap
yang radikal akan mendorong perilaku individu untuk membela secara mati-matian
mengenai suatu kepercayaan, keyakinan, agama atau ideology yang dianutnya.[2]
Namun demikian, dalam perkembangannya pemahaman terhadap
radikalisme itu sendiri mengalami pemelencengan makna, karena minimnya sudut
pandang yang digunakan, masyarakat umum hanya menyoroti apa yang
kelompok-kelompok radikal lakukan (dalam hal ini praktek kekerasan), dan tidak
pernah berusaha mencari apa yang sebenarnya mereka cari (perbaikan). Hal
serupapun dilakukan oleh pihak pemerintah, hingga praktis pendiskriminasian
terhadap paham yang satu ini tak dapat dielakkan.
B.
Ciri-Ciri Radikal
Radikal sendiri tentunya memiliki sebuah cirri-ciri yang bias
kita telaah dan kita bedakan dengan pemahaman-pemahaman lainnya, sebagai sebuah
dasar dari terbentuknya paham atau gerakan yang radikal. Oleh sebab itu dibawah
ini beberapa cirri-ciri yang bias membedakan dengan pemahaman lainya, yaitu:
1. Terbentuk
dari respon terhadap kondisi yang sedang berlangsung, respon tersebut
diwujudkan dalam bentuk evaluasi, penolakan, bahkan perlawanan.
2. Tidak
pernah berhenti dalam upaya penolakannya sebelum terjadi perubahan drastis
terhadap kondisi yang dikehendaki.
3. Keyakinan
sangat kuat terhadap program yang akan mereka jalankan.
4. Menggunakan
kekerasan dalam mewujudkan keinginannya.
5. Menganggap
semua yang bertentangan dengannya bersalah.
Beberapa
ciri diatas dapat kita pahami bahwasannya sebuah paham radikal memiliki bentuk
tersendiri yang membedakan dengan paham lainnya.[3]
C.
Radikal dalam perspektif Sosiologi
Sosiologi
adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk
perubahan-perubahan sosial.Menurut selosoemardjan dan soelaeman soemardi,
struktur sosial adalah jalinan antara unsure-unsur sosial yang pokok, yaitu
kaidah-kaidah sosial, lembaga-lembaga sosial, kelompok-kelompok serta
lapisan-lapisan sosial.Sedangkan, proses sosial adalah pengaruh timbale balik
atara berbagai segi kehidupan bersama, umpamanya pengaruh timbalbalik antara
kehidupan ekonomi dengan politik. Salasatu proses sosial yang bersifat
tersendiri iyalah dalamhal terjadinya perubaha-prubahan didalam struktur
sosial.[4]
Sosiologi
ini meneliti dan mencari apa yang menjadi prinsip atau hukum-hukum umum dari
interaksi antar manusia dan juga prihal sifat hakikat, bentuk, isi, dan
struktur masyarakatnya. Dan sosiologi ini mempelajari gejala yang umum ada pada
setiap interaksi antar manusia didalam semua bidang atau gejala kehidupan
seperti ekonomi, politik, agama, dan lain-lainnya.[5]
Didalam
sosiologi terdapat beberapa paradigma yang menjadi acuan dalam melihat sebuah
fenomena atau taatanan yang ada didalam masyarakat. paradigma adalah suatu cara pendekatan yang digunakan dan
diyakini oleh suatu kelompok tertentu dalam suatu perspektif intelektual untuk
mendapatkan suatu kebenaran atau dalam membangun suatu teori.
Oleh
sebab itu, perlunya kita mendasari dan mengetahui dahulu cara pandang yang
berhubungan dengan Radikal. Beberapa paradigm dalam sosiologi yang berorientasi
radikal diantaranya:
a. Paradigma
Humanis Radikal
Paradigma
Humanis Radikal adalah bahwa kesadaran manusia
didominasi oleh suprastruktur ideologi yang ia berinteraksi, dan ini mendorong
irisan kognitif antara dirinya dan kesadarannya yang benar.Humanis disini yaitu
orang yang mendambakan dan memperjuangkan terwujudnya pergaulan hidup yang
lebih baik, berdasarkan asas perikemanusiaan.[6]Pandangan
dasarnya yang penting adalah bahwa kesadaran manusia telah dikuasai atau
dibelenggu oleh suprastruktur ideologis yang ada di luar dirinya yang
menciptakan pemisah antara dirinya dengan kesadarannya yang murni (aliensi),
atau membuatnya dalam kesadaran palsu (false consciousness) yang menghalanginya
mencapai pemenuhan dirinya sebagai manusia sejati. Paradigma ini cenderung menekankan perlunya
menghilangkan atau mengatasi berbagai pembatasan tatanan sosial yang ada.[7]
b. Paradigma
Strukturalis Radikal
Paradigma
Strukturalis Radikal adalah pandangan terhadap hubungan-hubungan struktural
yang terdapat dalam kenyataan sosial yang nyata.Mereka menekuni dasar-dasar
hubungan sosial dalam rangka menciptakan tatanan sosial baru secara
menyeluruh.Penganu paradigma ini terpecah dalam dua perhatian, pertma lebih
tertarik untuk menjelaskan bahwa kekuatan sosial yang berbeda-beda serta kedua
yaitu hubungan antar kekuatan sosial merupakan kunci untuk menjelaskan
perubahan sosial.[8]
c. Konflik
Paradigma Radikal
Konflik
paradigma radikal lebih memeandang konflik daripada damai dan integrasi sebagai
poros system sosial.Perjuangan individu-individu secara alami untuk mendapatkan
kebutuhan mereka dan berbagai bentuk konflik serta penyusunan sebuah dominasi
menghasilkan dasar-dasar system sosial. Dengan demikian, pada hakikatnya,
masyarakat adalah proses evolusi dari pertentangan secara terus-menerus.[9]
Paradigm
konflik radikal melihat bahwa masyarakat merupakann system kompetisi kekuatan
yang menyusun perjuangan individu-individu dalam memenuhi kebutuhan fisiknya,
yaitu dengan menggunakan pandangan alamiah sebagai penjelasan sistemnya.
Sebetulnya
kami sebagai pemakalah tidak menemukan secara spesifik tetang perspektif
sosiologi terhadap Radikal.Tetapi kitabisa mengambil dari beberapa penjelasan
yang ada di atas bahwasannya ada beberapa Paradigma yang mendasari dirinya
dengan kata Radikal.
Berdasarkan
beberapa paradigma diasat bias kita tarik beberapa point untuk menentukan suatu
teori atau suatu gagasan itu disebut radikal. Yaitu diantaranya:
·
Ketika Teori atau Gagasannya merujuk kepada paradigma Humanis
Radikal.
·
Ketika Teori atau Gagasannya merujuk kepada paradigm
Strukturalis Radikal.
·
Ketika Teori atau Gagasannya merujuk kepada paradigma Konflik
Radikal.
·
Bahkan ketika suatu teori atau gagasan tersebut sudah
melenceng baik dalam struktur atau norma dan nilai yang berlaku didalam
masyarakat.
·
Ketika gerakan tersebut di landasi dengan pergerakan yang
sangat keras dan licik sebagai mana pandangan masyarakat terhadapat gerakan
atau gagasan radikal itu sendiri.
Itulah
beberapa hal yang menjadi acuan kami sebagai pemakalah memeandang atau memaknai
tentang sosiologi Radikal. Selanjutnya akan kita bahas teori yang tergolong
kepada teori sosiologi yang Radikal.
D.
Pemahaman Marxisme
Secara historis, filsafat Marxisme adalah filsafat perjuangan
kelas buruh untuk menumbangkan kapitalisme dan membawa sosialisme ke bumi
manusia. Sejak filsafat ini dirumuskan oleh Karl Marx dan Friedrich Engels 150
tahun yang lalu dan terus berkembang, filsafat ini telah mendominasi perjuangan
buruh secara langsung maupun tidak langsung. Kendati usaha-usaha para akademisi
borjuis untuk menghapus ataupun menelikung Marxisme, filsafat ini terus hadir
di dalam sendi-sendi perjuangan kelas buruh.
Ada beberapa hal yang perlu kita ketahui tentang marxsime
bahwasannya ada beberapa landasan atau acuan dalam memahami konsep ini
diantaranya yaitu:
a.
Kerja dan Keterasingan
Dalam
“Economic and Philoshophical Manuscript”
Marx menerangkan bahwa dalam pekerjaannya manusia mengalami empat lapis
keterasingannya, yaitu:
·
Keterasingan dari hasil kerjanya, bagi Marx barang adalah
objektivikasi ari kerja. Hasil kerja adalah modal, tetapi justru modal itu
menjadi tuan atas buruh. Semakin banyak dia menghasilkan barang, semakin tidak
berharga dirinya.
·
Keterasingan manusia dari tindakan berproduksi, kerja
merupaka sesuatu yang dipaksakan kepada buruh sebagai syarat untuk
mempertahankan hidupnya. Dan yang celaka lagi bahwa kerja itu bukan jadi milik
buruh tetapi kerja itu bagi orang lain (majikan) sehingga dalam kerja buruh
tidak memiliki dirinya tetapi dimiliki oleh orang lain.
·
Keterasingan manusia dari spesiesnya, menurut Marx, manusia
mampu menguasai alam, bebas merdeka, kemampuannya terbuka untuk dikembangkan
dan bersifat sosial. Tetapi dalam kenyataannya manusia terpaksa menual
kemampuannya hany utuk menopang hidupnya. Hal ini memerosotkan hidup spesie
manusia yang universal itu, menjadi sarana belaka untuk hidup individualnya.
·
Keterasingan manusia dari sesamanya, dalam masyarakat
kapitalis manusia menjadi sarana kebutuhan orang lain, hasil kerjanya menjadi
milik dan dinikmati oleh orang lain.[10]
b.
Teori Kelas
Dilatarbelakangi
oleh konsep pemikiran revolusi, teori kelas ini hadir menjadi jawaban bagi
fenomena yang terjadi di masyarakat pada waktu itu.Teori ini memberi wacana
pandangan kritis masyarakat yang tidak berdaya menghadapi kemapanan kekuasaan
Negara yang menindas kemanusiaan.[11]
Marx
menegaskan bahwa emansipasi manusia hanya dapat dicapai dengan perjuangan kelas.
Dan kelas sosial merupakan gejala khas yang terdapat pada masyarakat
pascafeodal. Dalam masyarakat kapital Marx membaginya kedalam tiga kelas sosial
yaitu: kaum buruh (mereka yang hidup dari upah), kaum pemilik modal (mereka
yang hidup dari laba), dan para tuan tanah (yang hidup dari rente tanah).Ada
beberapa unsur yang perlu diperhatikan
dalam teori kelas ini yaitu:
·
Besarnya peran struktural ketimbang kesadaran dan moralitas.
Implikasinya bukan perubahan sikap yang mengakhiri konflik, tetapi perubaan
struktur ekonomi.
·
Adanya pertentengan kepentingan anatra kelas pemilik dan
kelas buruh. Implikasinya mereka mengambil sikap yang berbeda dalam perubahan
sosial. Kelas buruh cenderung progresif dan revolusioner, sedangkan kelas pemilik
bersikukuh mempertahankan status quo menentang segala perubahan dalam struktur
kekuasaan.
·
Setiap kemajuan dalam masyarakat hanya akan mampu dicapai
dengan gerakan revolusioner.[12]
Pemikiran
Karl Marx yang seperti itu semua bermuara pada tujuan akhir yang
dicita-citakannya, yakni “masyarakat tanpa kelas”.
c.
Jalan Menuju Komunis
Menurut Marx, bila suatu lembaga sosial runtuh, penggantinya
tidaklah secara otomatis muncul. Untuk mengubah sistem politik kapitalis menuju
sistem politik komunis, hal ini perlu menunggu situasi sampai matang yaitu bila
kaum buruh jumlahnya telah besar dan terorganisasi rapi. Sebab jumlah kaum
buruh jauh lebih besar dari kelompok mana pun. Buruh ini dapat melumpuhkan
masyarakat dengan pemogokan umum. Berbeda dengan konflik masyarakat lainnya,
konflik kaum buruh dengan pemilik modal sifatnya ekonomis. Tahap perjalanan kau
buruh mencakup:
·
Pertama, mencapai kemenangan politis dengan
melancarkan revolusi untuk menghancurkan masyarakat kapitalis dan menggantinya
dengan masyarakat komunis.
·
Kemudian mendirikan pemerintahan transisi, yaitu
pemerintahan diktator proletariat.
·
Dilakukan pembersihan terhadap musuh-musuh
revolusi, yaitu sisa-sisa kaum kapitalis reaksioner dalam segala bentuk.
·
Muncullah tahap awal dari masyarakat kounis,
dimana dalam tahap ini berlaku prinsip besarnya upah diukur dengan prestasi
kerja.
·
Dalam tahap terbentuknya masyarakat komunis
penuh berlaku prinsip “sama rata, sama rasa”.[13]
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara bahasa dan istilah dari radikal yaitu, dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (1990), radikal diartikan sebagai “secara
menyeluruh”, “habis-habisan”, “amat keras menuntut perubahan”, dan “maju dalam
berpikir atau bertindak”. Pengertiannya sendiri yaitu Perasaan yang positif
terhadap segala sesuatu yang bersifat ekstrim sampai ke akar-akarnya. Sikap
yang radikal akan mendorong perilaku individu untuk membela secara mati-matian
mengenai suatu kepercayaan, keyakinan, agama atau ideology yang dianutnya.
Dalam pandangan sosiologi, radikal sendiri terfokus pada 3
paradigma yaitu, Paradigma Humanis Radikal, Paradigma Strukturalis Radikal dan
Konflik Paradigma Rdikal. Didalamnya yaitu tercangum pada tokoh besar sosiologi
yang bernama Karl Marxs atau alirannya sering disebut Marxsime
B. Saran
Sebenarnya pemakalah
menyadari bahwasannya masih banyak kesalahan serta kekeliruan baik dalam
pemilihan sub-sub materi maupun dalam pemilihan tokoh yang lebih mengkrucut
dalam bidang sosiologi radikal ini. Alangkah baiknya jika pemakalah selanjutnya
lebih memperdalam lagi sosiologi radikal itu sendiri. Mulai dari pemilihan
sumber referensi serta pemilihan subjudul yang akan di bahas agar sesuai dan
selaras denga sosiologi radikal itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.hidayatullah.com/artikel/ghazwul-fikr/read/2015/09/01/77263/beda-radikal-dan-radikalisme-1.html
http://www.pengertianmenurutparaahli.net/pengertian-radikal-dan-contohnya/
http://www.ilmudasar.com/2017/08/Pengertian-Sejarah-Ciri-Kelebihan-dan-Kekurangan-Radikalisme-adalah.html
https://kbbi.web.id/humanis
http://spi.uin-alauddin.ac.id/index.php/2016/10/31/paradigma-teori-sosial/
Graham C Kinloch, Perkembangan dan Paradigma Utama Teori
Sosiologi, Pustaka Setia, Bandung, 2005
Sutarjo Adisusilo, Sejarah Pemikiran
Barat (Jakarta: Rajawali Pers, 2013)
I.B Wirawan, Teori-Teori Sosial
Dalam Tiga Paradigma, Kencana: Jakarta, 2014
Soerjono soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Rajawali
Pers, Jakarta, 2015,
[1]https://www.hidayatullah.com/artikel/ghazwul-fikr/read/2015/09/01/77263/beda-radikal-dan-radikalisme-1.html
[2]http://www.pengertianmenurutparaahli.net/pengertian-radikal-dan-contohnya/
[3]http://www.ilmudasar.com/2017/08/Pengertian-Sejarah-Ciri-Kelebihan-dan-Kekurangan-Radikalisme-adalah.html
[4]
Soerjono soekanto, Sosiologi Suatu
Pengantar, Rajawali Pers, Jakarta, 2015, hlm 18
[5]
Ibid, hlm 20
[6]https://kbbi.web.id/humanis
[7]http://spi.uin-alauddin.ac.id/index.php/2016/10/31/paradigma-teori-sosial/
[8]Ibid.
[9]
Graham C Kinloch, Perkembangan dan
Paradigma Utama Teori Sosiologi, Pustaka Setia, Bandung, 2005, hlm 38
[10]
Sutarjo Adisusilo, Sejarah Pemikiran Barat (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm.
248-250.
[11]
I.B Wirawan, Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma, Kencana: Jakarta, 2014,
hlm 10
[12]ibid
[13] Sutarjo
Adisusilo, Sejarah Pemikiran Barat (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm 260-261.
Comments
Post a Comment